Divonis 5 Bulan 8 Hari, 11 Warga Adat Maba Sangaji Dinyatakan Bersalah

Pembacaan putusan terhadap 11 warga adat Maba Sangaji.

Tidore – Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan, menjatuhkan vonis penjara 5 bulan 8 hari kepada 11 warga adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara, pada Kamis, 16 Oktober 2025. Mereka dinyatakan bersalah karena menghalangi aktivitas pertambangan nikel milik PT Position pada Mei 2025.

Putusan yang dibacakan majelis hakim dalam sidang terbuka ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta enam bulan penjara.

“Menyatakan Terdakwa Sahrudin Awad alias Udin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perintangan atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan,” ujar hakim saat membacakan amar putusan.

Hukuman serupa dijatuhkan kepada sepuluh terdakwa lainnya. Hakim memerintahkan agar para terdakwa tetap ditahan dan masa tahanan yang telah dijalani diperhitungkan dalam vonis.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menolak argumentasi bahwa para terdakwa adalah pejuang hak atas lingkungan hidup (Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Menurut hakim, warga Maba Sangaji tidak menempuh jalur hukum yang tersedia, seperti gugatan perdata atau laporan pidana, melainkan langsung menggelar unjuk rasa yang menghentikan kegiatan tambang.

“Menyatakan perbuatan terdakwa bersama para terdakwa lain tersebut bukanlah merupakan bentuk ekspresi atau partisipasi yang dibenarkan oleh hukum,” kata hakim PN Soasio. “Negara Indonesia adalah negara hukum, tidak semata-mata seseorang mengatasnamakan perjuangan lingkungan maka ia kebal terhadap hukum.”

Warga Maba Sangaji ditangkap personel Polda Maluku Utara pada 18 Mei 2025 saat berunjuk rasa menolak tambang yang dinilai merusak sungai dan hutan di wilayah adat mereka. Kasus ini telah memicu kritik dari kelompok masyarakat sipil yang menilai sebagai bentuk kriminalisasi dan penekanan terhadap perjuangan hak-hak masyarakat adat.

Pengadilan Negeri Soasio memutus perkara ini dalam dua berkas terpisah. Putusan nomor 99 sampai 107 menjatuhkan hukuman yang sama (5 bulan 8 hari) kepada Sahrudin Awad, Jamaluddin Badi, Alauddin Salamudin, Indrasani Ilham, Salasa Muhammad, Umar Manado, Julkadri Husen, Nahrawi Salamuddin, dan Yasir Hi Samad.

Sementara itu, perkara nomor 108/Pid.Sus/2025 mengadili empat warga, yaitu Sahil Abubakar, Indrasani Ilham, Alauddin Salamudin, dan Nahrawi Salamuddin. Dalam berkas ini, majelis menjatuhkan vonis tambahan. Sahil Abubakar divonis 5 bulan 8 hari, sedangkan Indrasani Ilham, Alauddin Salamudin, dan Nahrawi Salamuddin mendapat tambahan 2 bulan penjara.

Dengan adanya putusan di berkas 108, tiga terdakwa (Indrasani Ilham, Alauddin Salamudin, dan Nahrawi Salamuddin) mendapat tambahan vonis 2 bulan dibanding putusan awal mereka.

Selain vonis, majelis hakim memerintahkan pemusnahan sembilan parang sebagai barang bukti. Sementara itu, barang bukti lain seperti bendera bergambar bulan dan bintang, empat terpal, serta spanduk bertuliskan “Tanah adat bukan tanah negara, tambang harus tumbang” turut disita. Hakim juga membebankan biaya perkara sebesar Rp 5.000 kepada para terdakwa.

Adapun 17 kunci alat berat yang disita dalam perkara 108 diperintahkan untuk dikembalikan kepada PT Position.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejari Tidore, Komang Noprizal, menuntut 11 terdakwa melanggar Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Jaksa menilai tindakan warga menyebabkan aktivitas PT Position terhenti sementara. Dalam tuntutan pada 8 Oktober lalu, Sahil Abubakar dituntut tujuh bulan, Indrasani Ilham, Alauddin Salamudin, dan Nahrawi Salamuddin dituntut empat bulan, sementara tujuh warga lainnya dituntut enam bulan penjara. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like